Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita
Sultan Agung antara lain: (1) mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan (2)
mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Terkait dengan citacitanya ini
maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi
tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli
perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran. Kebijakan
monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh karena itu, Sultan
Agung merencanakan serangan ke Batavia.
Ada beberapa alasan mengapa Sultan
Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
- tindakan monopoli yang dilakukan VOC,
- VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka,
- VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan
- keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan
dan perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P.
Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada
tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa
menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi
kompeni VOC berusaha menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua
pihak tidak dapat dihindarkan. Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu
pasukan Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul
yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar
orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram berusaha
mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran sengit antara
pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan tentara
VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, sehingga dapat memukul mundur semua
lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam
pertempuran itu. Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628
itu belum berhasil.
Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan kekalahan yang baru saja dialami
pasukannya. Ia segera mempersiapkan serangan yang kedua. Belajar dari kekalahan
terdahulu Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal dan senjata, Ia juga membangun
lumbung-lumbung beras untuk persediaan bahan makanan seperti di Tegal dan
Cirebon. Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai
pimpinan pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati
Juminah, dan Dipati Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram
diketahui oleh VOC. Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk
menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal
tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan
sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram pantang mundur, dengan kekuatan pasukan
yang ada terus berusaha mengepung Batavia. Pasukan Mataram berhasil mengepung
dan menghancurkan Benteng Hollandia. Berikutnya pasukan Mataram mengepung
Benteng Bommel, tetapi gagal menghancurkan benteng tersebut. Pada saat
pengepungan Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P. Coen meninggal.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629. Dengan semangat juang
yang tinggi pasukan Mataram terus melakukan penyerangan. Dalam situasi yang kritis ini
pasukan Belanda semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk mengusir
pasukan Mataram. Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih baik dan lengkap,
akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya ditarik mundur
kembali ke Mataram. Dengan demikian serangan Sultan Agung yang kedua ini juga
mengalami kegagalan.
Dengan kegagalan pasukan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC
semakin berambisi untuk terus memaksakan monopoli dan memperluas pengaruhnya di
daerah-daerah lain. Namun di balik itu VOC selalu khawatir dengan kekuatan
tentara Mataram. Tentara VOC selalu berjaga-jaga untuk mengawasi gerak-gerik
pasukan Mataram. Sebagai contoh pada waktu pasukan Sultan Agung dikirim ke
Palembang untuk membantu Raja Palembang dalam melawan VOC, langsung diserang
oleh tentara VOC di tengah perjalanan.
Perlawanan pasukan Sultan Agung terhadap VOC memang mengalami
kegagalan. Tetapi semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing di
Nusantara terus tertanam pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya. Sayangnya
semangat ini tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti Sultan Agung. Setelah
Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah sehingga
akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC.
Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah
pada tahun 1646 -1677. Ternyata Raja Amangkurat I merupakan raja yang lemah dan
bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner dengan bersikap
sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama. Oleh karena itu,
pada masa pemerintahan Amangkurat I itu timbul berbagai perlawanan rakyat.
Salah satu perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.
Sumber:
AM, Sardiman., dan A.D.
Lestariningsih. 2014. Sejarah Indonesia.
Jakarta: Kemendikbud.
Sumber gambar: id.wikipedia.org
Semoga info
dari kami bermanfaat. Jika terdapat pertanyaan, kritik, mapun saran, silahkan
hubungi kami melalui halman kontak. Terima kasih telah mengunjungi Rumpun Info,
apabila berkenan silahkan berkomentar di setiap postingan dan jangan lupa
mampir kembali.
EmoticonEmoticon