A. Lahirnya VOC
Tujuan
kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk mendapatkan
keuntungan dan kekayaan. Tujuan ini boleh dikatakan dapat dicapai setelah
mereka menemukan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Berita tentang
keuntungan yang melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu menyebar luas.
Dengan demikian semakin banyak orang-orang Eropa yang tertarik pergi ke
Nusantara. Mereka saling berinteraksi dan bersaing dalam meraup keuntungan
berdagang. Para pedagang atau perusahaan dagang Portugis bersaing dengan para
pedagang Belanda, bersaing dengan para pedagang Spanyol, bersaing dengan para
pedagang Inggris, dan seterusnya. Bahkan tidak hanya antarbangsa, antarkelompok
atau kongsi dagang, dalam satu bangsapun mereka saling bersaing. Oleh karena
itu, untuk memperkuat posisinya di dunia timur masing-masing kongsi dagang dari
suatu negara membentuk persekutuan dagang bersama. Sebagai contoh seperti pada
tahun 1600 Inggris membentuk sebuah kongsi dagang yang diberi nama East India
Company(EIC). Kongsi dagang EIC ini kantor pusatnya berkedudukan di Kalkuta,
India. Dari Kalkuta ini kekuatan dan setiap kebijakan Ingris di dunia timur,
dikendalikan. Pada tahun 1811 kedudukan Inggris begitu kuat dan meluas bahkan
pernah berhasil menempatkan kekuasaannya di Nusantara.
Persaingan
yang cukup keras juga terjadi di antarperusahaan dagang orang-orang Belanda.
Masing-masing ingin memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang
lebih besar. Kenyataan ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan
parlemen Belanda, sebab persaingan antarkongsi Belanda juga akan merugikan
Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen
Belanda (Staten Generaal) pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda
bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini
baru terealisasi empat tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi
dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi
antarkongsi yang telah ada. Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde
Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai
Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan
di Amsterdam. Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk: (1)
menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang
Belanda yang telah ada, (2) memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi
persaingan dengan para pedagang negara lain.
VOC
dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan
Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri dari delapan perwakilan kota
pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam.
Dalam menjalankan tugas, VOC ini memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak
antara lain:
1. melakukan monopoli perdagangan di wilayah
antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan
Nusantara,
2. membentuk angkatan perang sendiri,
3. melakukan peperangan,
4. mengadakan perjanjian dengan raja-raja
setempat,
5. mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri,
6. mengangkat pegawai sendiri, dan
7. memerintah di negeri jajahan.
Sebagai
sebuah kongsi dagang, dengan kewenangan dan hak-hak di atas, menunjukkan bahwa
VOC memiliki hak-hak istimewa dan kewenangan yang sangat luas. VOC sebagai
kongsi dagang bagaikan negara dalam negara.
Dengan
memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan boleh melakukan
peperangan, maka VOC cenderung ekspansif. VOC terus berusaha memperluas
daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya. VOC juga
memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya. Mengawali ekspansinya
tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Benteng pertahanan
Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu kemudian oleh VOC
diberi nama Benteng Victoria. Pada awal pertumbuhannya sampai tahun 1610,
“Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus menjalankan tugas-tugas dan
menyelesaikan berbagai urusan VOC, termasuk urusan ekspansi untuk perluasan
wilayah monopoli. Dapat Kamu bayangkan “Dewan Tujuh Belas” yang berkedudukan di
Amsterdam, Belanda mengurus wilayah yang ada di Kepulauan Nusantara. Sudah
barang tentu “Dewan Tujuh Belas” tidak dapat menjalankan tugas seharihari
secara cepat dan efektif. Sementara itu persaingan dan permusuhan dengan
bangsabangsa lain juga semakin keras. Berangkat dari permasalahan ini maka pada
1610 secara kelembagaan diciptakan jabatan baru dalam organisasi VOC, yakni
jabatan gubernur jenderal. Gubernur jenderal merupakan jabatan tertinggi yang
bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu juga
dibentuk “Dewan Hindia” (Raad van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini adalah
memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan gubernur jenderal. Gubernur jenderal
VOC yang pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Sebagai gubernur jenderal yang
pertama, Pieter Both sudah tentu harus mulai menata
organisasi kongsi dagang ini sebaik-baiknya agar harapan mendapatkan monopoli
perdagangan di Hindia Timur dapat diwujudkan. Pieter Both pertama kali
mendirikan pos perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga
Pieter Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa
Jayakarta waktu itu, Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan.
Pedagang dari mana saja bebas berdagang, di samping dari Nusantara juga dari
luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, termasuk juga
Belanda. Dengan demikian Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi
kota dagang yang sangat ramai. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil
mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah
seluas 50x50 vadem( satu vademsama dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah
timur Muara Ciliwung. Tanah inilah yang menjadi cikal bakal hunian dan daerah
kekuasaan VOC di tanah Jawa dan menjadi cikal bakal Kota Batavia. Di lokasi ini
kemudian didirikan bangunan batu berlantai dua sebagai tempat tinggal, kantor
dan sekaligus gudang. Pieter Both juga berhasil mengadakan perjanjian dan menanamkan
pengaruhnya di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon.
B. Perkembangan VOC
Pada
tahun 1614 Pieter Both digantikan oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst
(1614-1615). Baru berjalan satu tahun ia digantikan gubernur jenderal yang baru
yakni Laurens Reael (1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini berhasil
dibangun Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung.
Orang-orang
Belanda yang tergabung dalam VOC itu memang cerdik. Pada awalnya mereka
bersikap baik dengan rakyat. Hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan yang ada
di Nusantara juga berjalan lancar. Bahkan seperti telah djelaskan di atas,
orang-orang Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both diizinkan
oleh Pangeran Wijayakrama untuk membangun tempat tinggal dan loji di Jayakarta.
Sikap baik rakyat dan para penguasa setempat ini dimanfaatkan oleh VOC untuk
semakin memperkuat kedudukannya di Nusantara. Lama kelamaan orang-orang Belanda
mulai menampakkan sikap congkak, dan sombong. Setelah merasakan nikmatnya
tinggal di Nusantara dan menikmati keuntungannya yang melimpah dalam berdagang,
Belanda semakin bernafsu ingin menguasai dan kadang-kadang melakukan paksaan
dan kekerasan. Hal ini telah menimbulkan kebencian rakyat dan para penguasa
lokal. Oleh karena itu, pada tahun 1618 Sultan Banten yang dibantu tentara
Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta.
Orang-orang VOC kemudian menyingkir ke Maluku. Setelah VOC hengkang dari
Jayakarta pasukan Banten pada awal tahun 1619 juga mengusir Inggris dari
Jayakarta. Dengan demikian Jayakarta sepenuhnya dapat dikendalikan oleh
Kesultanan Banten.
Tahun
1619 Gubernur Jenderal VOC Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan
Pieterzoon Coen (J.P. Coen). J.P. Coen dikenal gubernur jenderal yang berani
dan kejam serta ambisius. Oleh karena itu, merasa bangsanya dipermalukan
pasukan Banten dan Inggris di Jayakarta, maka J.P. Coen mempersiapkan pasukan
untuk menyerang Jayakarta. Armada angkatan laut dengan 18 kapal perangnya
mengepung Jayakarta. Ternyata dalam waktu singkat Jayakarta dapat diduduki VOC.
Kota Jayakarta kemudian dibumihanguskan oleh J.P. Coen pada tanggal 30 Mei
1619. Di atas puingpuing kota Jayakarta itulah dibangun kota baru bergaya kota
dan bangunan di Belanda. Kota baru itu dinamakan Batavia sebagai pengganti nama
Jayakarta.
J.P.
Coen adalah gubernur jenderal yang sangat bernafsu untuk memaksakan monopoli.
Ia juga dikenal sebagai peletak dasar penjajahan VOC di Indonesia. Disertai
dengan sikap congkak dan tindakan yang kejam, J.P.Coen berusaha meningkatkan
eksploitasi kekayaan bumi Nusantara. Cara-cara VOC untuk meningkatkan
eksploitasi kekayaan alam dilakukan antara lain dengan:
1. Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya
dengan memaksakan monopoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku.
2. Tidak ikut aktif secara langsung dalam
kegiatan produksi hasil pertanian. Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan
berada di tangan kaum Pribumi, tetapi yang penting VOC dapat memperoleh
hasil-hasil pertanian itu dengan mudah, sekalipun harus dengan paksaan.
3. VOC sementara cukup menduduki tempat-tempat
yang strategis.
4. VOC melakukan campur tangan terhadap
kerajaan-kerajaan di Nusantara, terutama menyangkut usaha pengumpulan hasil
bumi dan pelaksanaan monopoli. Dalam kaitan ini VOC memiliki daya tawar yang
kuat, sehingga dapat menentukan harga.
5. Lembaga-lembaga pemerintahan
tradisional/kerajaan masih tetap dipertahankan dengan harapan bisa
dipengaruhi/dapat diperalat, kalau tidak mau baru diperangi.
Setelah
berhasil membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahan di Nusantara,
pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke negari Belanda. Ia menyerahkan
kekuasaannya kepada Pieter de Carpentier. Tetapi oleh pimpinan VOC di Belanda,
J.P. Coen diminta kembali ke Batavia. Akhirnya pada tahun 1627 J.P. Coen tiba
di Batavia dan diangkat kembali sebagai Gubernur Jenderal untuk jabatan yang
kedua kalinya. Pada masa jabatan yang kedua inilah terjadi serangan tentara
Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia.Batavia senantiasa memiliki posisi
yang strategis bagi VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia
dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia. Di samping itu Batavia juga
terletak pada persimpangan atau menjadi penghubung jalur perdagangan
internasional. Batavia menghubungkan perdagangan di Nusantara bagian barat
dengan Malaka, India, kemudian juga menghubungkan dengan Nusantara bagian
timur. Apalagi Nusantara bagian timur ini menjadi daerah penghasil
rempah-rempah yang utama, maka posisi Batavia yang berada di tengah-tengah itu
menjadi semakin strategis dalam perdagangan rempah-rempah.
VOC
semakin serakah dan bernafsu untuk menguasai Nusantara yang kaya rempah-rempah
ini. Tindakan intervensi politik terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara dan
pemaksaan monopoli perdagangan terus dilakukan. Politik devide et impera dan
berbagai tipu daya juga dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan
sebesar-besarnya. Sebagai contoh, Mataram yang merupakan kerajaan kuat di Jawa
akhirnya juga dapat dikendalikan secara penuh oleh VOC. Hal ini terjadi setelah
dengan tipu muslihat VOC, Raja Pakubuwana II yang sedang dalam keadaan sakit
keras dipaksa untuk menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Kerajaan Mataram
kepada VOC pada tahun 1749. Tidak hanya kerajaan-kerajaan di Jawa,
kerajaan-kerajaan di luar Jawa berusaha ditaklukkan. Untuk memperkokoh
kedudukannya di Indonesia bagian barat dan memperluas pengaruhnya di Sumatera,
VOC berhasil menguasai Malaka setelah mengalahkan saingannya, Portugis pada
tahun 1641. Berikutnya VOC berusaha meluaskan pengaruhnya ke Aceh. Kerajaan
Makassar di bawah Sultan Hasanuddin yang tersohor di Indonesia bagian timur
juga berhasil dikalahkan setelah terjadi Perjanjian Bongaya tahun 1667. Dari
Makasar VOC juga berhasil memaksakan kontrak dan monopoli perdagangan dengan
Raja Sulaiman dari Kalimantan Selatan. Sementara jauh sebelum itu yakni tahun
1605 VOC sudah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. VOC menjadi berjaya setelah
berhasil melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku.
Untuk mengendalikan pelaksanaan monopoli di kawasan ini dilaksanakan Pelayaran
Hongi.
Pengaruh
dan kekuasaan VOC semakin meluas. Untuk memperkuat kebijakan monopoli ini di
setiap daerah yang dipandang strategis armada VOC diperkuat. Benteng-benteng
pertahanan dibangun. Sebagai contoh Benteng Doorstede dibangun di Saparua,
Benteng Nasau di Banda, di Ambon sudah ada Benteng Victoria, Benteng Oranye di
Ternate, dan Benteng Rotterdam di Makasar.
Dalam
rangka memperluas pengaruh dan
kekuasaannya itu, ternyata perhatian VOC juga sampai ke Irian/Papua yang
dikenal sebagai wilayah yang masih tertutup dengan hutan belantara yang begitu
luas. Penduduknya juga masih bersahaja dan primitif. Orang Belanda yang pertama
kali sampai ke Irian adalah Willem Janz. Bersama armandanya rombongan Willem
Janz menaiki Kapal Duyke dan berhasil memasuki tanah Irian pada tahun 1606. Willem
Janz ingin mencari kebun tanaman rempah-rempah. Tahun 1616-1617 Le Maire dan
William Schouten mengadakan survei di daerah pantai timur laut Irian dan
menemukan Kepulauan Admiralty bahkan sampai ke New Ireland. Dengan penemuan ini
maka nama William diabadikan sebagai nama kepulauan, Kepulauan Schouten. Pada
waktu orang-orang Belanda sangat memerlukan bantuan budak, maka banyak diambil dari
orang-orang Irian. Pengaruh VOC di Irian semakin kuat. Bahkan pada tahun 1667,
Pulaupulau yang termasuk wilayah Irian yang semula berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Tidore sudah berpindah tangan menjadi daerah kekuasaan VOC. Dengan demikian
daerah pengaruh dan kekuasaan VOC sudah meluas di seluruh Nusantara.
Memahami
uraian di atas, jelas bahwa VOC yang merupakan kongsi dagang itu berangkat dari
usaha mencari untung kemudian dapat menanamkan pengaruh bahkan kekuasaannya di
Nusantara. Fenomena ini juga terjadi pada kongsi dagang milik bangsa Eropa yang
lain. Artinya, untuk memperkokoh tindakan monopoli dan memperbesar
keuntungannya orang-orang Eropa itu harus memperbanyak daerah yang dikuasai
(daerah koloninya). Tidak hanya daerah yang dikuasai secara ekonomi, kongsi
dagang itu juga ingin mengendalikan secara politik atau memerintah daerah
tersebut. Bercokollah kemudian kekuatan kolonialisme dan imperialisme.
Dalam
praktiknya, antara kolonialisme dan imperialisme sulit untuk dipisahkan. Kolonialisme
merupakan bentuk pengekalan imperialisme (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed),
2012). Muara kedua paham itu adalah penjajahan dari negara yang satu terhadap
daerah atau bangsa yang lain. Sistem inilah yang umumnya diterapkan
bangsa-bangsa Eropa yang datang di Kepulauan Nusantara, baik Portugis, Spanyol,
Inggris maupun Belanda. Berangkat dari motivasi untuk memperbaiki taraf kehidupan
ekonomi kemudian meningkat menjadi nafsu untuk menguasai dan mengeruk kekayaan
dan keuntungan sebanyak-banyaknya dari daerah koloni untuk kejayaan bangsanya
sendiri. Pihak atau bangsa lain dipandang sebagai musuh dan harus disingkirkan.
Sifat keangkuhan dan keserakahan telah menghiasi perilaku kaum penjajah. Inilah
sifat-sifat yang sangat dibenci dan tidak diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian
halnya dengan VOC, tidak sekedar menjadi sebuah kongsi dagang yang berusaha
untuk mencari untung tetapi juga ingin menanamkan kekuasaannya di Nusantara.
VOC dengan hak-hak dan kewenangan yang diberikan pemerintah dan parlemen Belanda
telah melakukan penjajahan dan menguatkan akar kolonialisme dan imperialisme di
Nusantara. Melalui cara-cara pemaksaan monopoli perdagangan, politik memecah
belah serta tipu muslihat yang sering disertai tindak peperangan dan kekerasan,
semakin memperluas daerah kekuasaan dan memperkokoh kemaharajaan VOC. Sekali
lagi tindak keserakahan dan kekerasan yang dilakukan oleh VOC itu menunjukkan
mereka tidak mau bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, wajar kalau timbul perlawanan dari berbagai daerah misalnya
dari Aceh, Banten, Demak, Mataram, Banjar, Makasar, dan Maluku.
c. VOC menuju kebangkrutan
Pada
abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Penguasa dan
kerajaan kerajaan lokal berhasil diungguli. Kerajaan-kerajaan itu sudah menjadi
bawahan dan pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC
menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai
Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempah-rempah juga melimpah. Namun di balik
itu ada persoalan-persoalan yang bermunculan. Semakin banyak daerah yang
dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan semakin kompleks. Semakin luas
daerahnya, pengawasan juga semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan
semakin padat. Orang-orang timur asing seperti Cina dan Jepang diizinkan
tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin
dibanjiri penduduk, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah-masalah sosial.
Pada
tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC. Pada
tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa
Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota
pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang
saham (kecuali Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Raja. Raja juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC
berada di bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah
Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak lagi
berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri.
VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin merosot. Bahkan tercatat
pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar dividen. Kas VOC juga merosot tajam
karena serangkaian perang yang telah dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak
terelakkan.
Sementara
itu para pejabat VOC juga semakin feodal. Pada tanggal 24 Juni 1719 Gubernur
Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi untuk mengatur secara
rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal, kepada Dewan Hindia beserta
isteri dan anak-anaknya. Misalnya, semua orang harus turun dari kendaraan bila
berpapasan dengan para pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa harus
menundukkan kepala, dan warga bukan orang Eropa harus menyembah. Kemudian
Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754.
Ordonansi ini mengatur kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor
kuda, hiasan berwarna emas dan kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran
gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan hindia kuda yang menarik kereta
hanya empat ekor dan hiasannya warna perak. Nampaknya para pejabat VOC sudah
gila hormat dan ingin berfoya-foya. Sudah barang tentu ini juga membebani
anggaran.
Posisi
jabatan dan berbagai simbol kehormatan tersebut tidaklah lengkap tanpa hadiah
dan upeti. Sistem upeti ini ternyata juga terjadi di kalangan para pejabat,
dari pejabat di bawahnya kepada pejabat yang lebih tinggi. Hal ini semua
terkait dengan mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua
bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai 10
juta gulden ketika kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji resminya
hanya sekitar 700 gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil mengumpulkan
kekayaan 20-30 ribu gulden dalam
waktu 4-5 tahun, dengan gaji sebesar 150 gulden per bulan. Untuk menjadi
karyawan VOC juga harus dengan menyogok. Pengurus VOC di Belanda memasang tarif
sebesar f 3.500,- bagi yang ingin menjadi pegawai onderkoopman (pada hal gaji
resmi per bulan sebagai onderkoopman hanya f.40,-), untuk menjadi kapitein
harus menyogok f.2000,- dan begitu seterusnya yang semua telah merugikan uang
lembaga. Demikianlah para pejabat VOC terjangkit penyakit korupsi karena ingin
kehormatan dan kemewahan sesaat. Beban utang VOC semakin berat, sehingga
akhirnya VOC sendiri bangkrut. Bahkan ada sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dari
Vergaan Onder Corruptie (tenggelam karena korupsi) (Taufik Abdullah dan A.B.
Lapian (ed), 2012).
Dalam
kondisi bangkrut VOC tidak dapat berbuat banyak. Menurut penilaian pemerintah
keberadaan VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di
negeri jajahan tidak dapat dilanjutkan lagi. VOC telah bangkrut, oleh karena
itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang
dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah. Pada waktu itu sebagai
Gubernur Jendral VOC yang terakhir Van Overstraten masih harus bertanggung
jawab tentang keadaan di Hindia Belanda. Ia bertugas mempertahankan Jawa dari
serangan Inggris.
KESIMPULAN
1. Yang dimaksud dunia Timur
penghasil rempah-rempah itu ternyata Kepulauan Nusantara.
2. Setelah menemukan daerah
penghasil rempah-rempah, perdaganganpun meningkat. Untuk menghindari persaingan
antarpedagang satu bangsa dibentuklah kongsi dagang. Misalnya Inggris membentuk
IEC berpusat di India, Belanda mendirikan VOC di Indonesia.
3. VOC mula-mula dipimpin oleh
Dewan Tujuh Belas (de Heeren XVII) yang berkedudukan di Amsterdam, kemudian
agar lebih efektif dan produktif diangkat jabatan gubernur jenderal yang
berkedudukan di Hindia.
4. VOC sebagai kongsi dagang yang
ingin mencari untung sebanyak-banyaknya, kemudian semakin bernafsu untuk
mengusai daerah-daerah di Nusantara dengan memerangi beberapa kerajaan yang
ada. VOC akhirnya menjadi kongsi penjajah. Mulailah bercokol kolonialisme dan
imperialisme di Indonesia.
5. Pada masa kejayaannya, wilayah
kekuasaan VOC semakin luas. Ternyata hal ini menimbulkan masalah dalam hal
manajemen pemerintahan. Pengawasan tidak dapat berjalan secara baik. Berbagai
penyelewengan mulai terjadi. Pegawai atau pengurus VOC mulai hidup mewah dan
berfoya-foya. Penyakit korupsi semakin merebak. Utang VOC meningkat, dan kas
habis untuk membiayai perang. VOC berada pada posisi bangkrut.
6. Tanggal 31 Desember 1799, VOC
dibubarkan.
Sumber:
Abdullah, Taufik dkk. 1978. Manusia dalam Kemelut Sejarah. Jakarta:
LP3ES
--------, dan A.B. Lapian. 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi
dan Perlawanan). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
--------, dan A.B. Lapian. 2012.
Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 5
(Masa Pergerakan Kebangsaan). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
AM, Sardiman., dan A.D.
Lestariningsih. 2014. Sejarah Indonesia.
Jakarta: Kemendikbud.
Sumber gambar: google.com
Jika terdapat
pertanyaan, kritik, mapun saran, silahkan hubungi kami melalui halman kontak.
Terima kasih telah mengunjungi Rumpun Info, apabila berkenan silahkan
berkomentar di setiap postingan dan jangan lupa mampir kembali.
EmoticonEmoticon